RAHASIA SHOLAWAT
~ “Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya senantiasa bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya.” (QS. 33: 56)
Waktu dan Tempat yang Baik untuk Bershalawat
Shalawat atas Nabi Saw. disyariatkan
pada waktu-waktu, tempat-tempat, dan keadaan-keadaan tertentu. Hal ini
telah dibicarakan panjang lebar oleh Ibn Al-Qayyim di dalam kitab Jalâ ‘u al-Afhâm fî Fadhli al-Shalâti wa al-Salâmi ‘alâ Muhammad Khayr al-Anâm, Syaikh Islam Quthbuddin al-Haydhari al-Syâfi’i di dalam kitab Al-Liwâ al-Muallim bi Mawâthin al-Shalâh ‘alâ al-Nabî Saw., Al-Hâfizh Al-Sakhâwi di dalam kitab Al-Qawl al-Badî’, dan Al-Qasthallânî di dalam kitab Masâlik al-Hunafâ’.
Al-Khâtib di dalam kitab Syarh al-Minhâj, dan yang lainnya, berkata:
“Disunnahkan memperbanyak membaca Surah Al-Kahfi dan shalawat atas Nabi Saw. pada hari Jumat dan malam Jumat; paling sedikit, untuk yang pertama tiga kali dan untuk yang kedua tiga ratus kali.”
“Disunnahkan memperbanyak membaca Surah Al-Kahfi dan shalawat atas Nabi Saw. pada hari Jumat dan malam Jumat; paling sedikit, untuk yang pertama tiga kali dan untuk yang kedua tiga ratus kali.”
Sementaraa itu, telah sah riwayat yang
bersumber dari Imam Al-Syâfi’i r.a., yang mengatakan bahwa, barang-siapa
yang membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan diterangi oleh
cahaya yang ada di antara dua Jumat.
Diriwayatkan pula bahwa barangsiapa yang
membaca Surah Al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan diterangi oleh suatu
cahaya antara dirinya dan Kabah. Membaca Surah Al-Kahfi di waktu siang
lebih di-utamakan, dan lebih utama lagi bila ia dibaca sesudah selesai
mengerjakan salat subuh, guna menyegerakan berbuat baik sebisa-bisanya.
Hikmah diperintahkannya membaca Surah
Al-Kahfi pada hari Jum’at adalah karena didalam Surah itu Allah
menggambarkan suasana Hari Kiamat, sementara hari Jum’at mirip dengan
Hari Kiamat, karena orang banyak berkumpul untuk melaksanakan salat
bersama-sama; juga karena Hari Kiamat itu terjadi pada hari Jum’at,
seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahih-nya.
Ramli mengatakan bahwa anjuran supaya
memperbanyak pembacaan shalawat pada malam dan hari Jum’at itu
didasarkan pada hadis yang berbunyi, “Sesungguhnya hari kalian yang
paling utama adalah hari Jumat. Oleh karena itu, perbanyaklah kalian
membaca shalawat atasku, sebab shalawat yang kalian baca itu
diperlihatkan kepadaku.”
Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya semua amal itu diangkat pada
hari Senin dan hari Kamis. Oleh karena itu, aku berhasrat agar amalku
diangkat sementara aku dalam keadaan berpuasa.”Tentang hadis di atas, Al-Manawi, di dalam kitab Syarh Al-Jamî al-Shghîr; permulaan jilid III, berkata, “Disyariatkan berkumpul untuk membaca shalawat atas Nabi Saw. pada malam Jumat dan malam Senin, sebagaimana yang dikerjakan di masjid Jami’ Al-Azhar dan disuarakan dengan suara yang keras.”
Dikatakan bahwa shalawat atas Nabi Saw. itu sudah mencakup doa di dalamnya.
Ibn Marzûq berkata, “Malam Jumat lebih utama dan malam Qadar.”
Jamâl kembali menyatakan bahwa
disunnahkan membaca Surah Ali ‘Imrân atas dasar hadis, “Barangsiapa yang
membaca Surah Ali ‘Imrân pada hari Jumat, niscaya dosa-dosanya ikut
terbenam dengan tenggelamnya matahari pada hari itu.”
Hikmahnya, kata Jamâl, adalah karena Allah menyebutkan di dalam surah
itu penciptaan Nabi Adam a.s., sedangkan Adam a.s. diciptakan pada hari
Jumat.Disunnahkan juga membaca Surah Hûd dan Hâ Mîm Dukhân. Namun, bagi mereka yang hanya ingin memilih salah satu dari surah-surah yang disebutkan di atas, hendaklah ia memilih Surah Al-Kahfi karena banyaknya hadis yang meriwayatkannya
Adapun hadis-hadis lain yang menjelaskan waktu-waktu tertentu untuk membaca shalawat sebagai berikut:
Pertama, sesudah adzan.
Rersabda Rasulullâh Saw.
Artinya: “Apabila kamu mendengar
muadzin membacakan adzan, sambutlah ucapannya. Sesudah selesai menyambut
adzan, maka bershalawatlah kamu untukku.”(HR. Muslim)
Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Apabila kamu mendengar
seorang muadzin (tukang membaca adzan itu) bacalah (sambutlah bacaan
adzan itu) seperti yang dibacakan olehnya. Kemudian (sesudah selesai
adzan dibacakan), bershalawatlah kamu kepadaku. Sebenarnya barangsiapa
bershalawat kepadaku dengan suatu shalawal, niscaya Allah bershalawat
ke-padanya dengan sepuluh shalawat. Sesudah itu mohonlah kepada Allah
wasilah untukku. Wasilah itu suatu ke-dudukan yang paling tinggi dalam
syurga. Tidak dapat diperoleh, melainkan oleh seorang saja dari
hamba-hamba Allah. Aku berharap semoga akulah yang mendapat ke-dudukan
itu. Karena itu barang siapa memohonkan wasilah untukku, wajiblah
baginya syafaatku. “(HR. Muslim).
Kedua, ketika hendak masuk ke dalam mesjid dan ketika hendak keluar daripadanya.
Rersahda Rasulullah Saw.:
Artinya: “Apabila seseorang kamu
masuk ke dalam mesjid, maka hendaklah ia membaca “salam” kepadaku
(membaca selwat dan salam). Sesudah itu hendaklah ia membaca:
Allâhummaftah lî Abwâba Rahmatika (Wahai Tuhanku, bukakanlah untukku
segala pintu rahmatmu). Dan apabila ia hendak keluar, hendaklah ia
membaca (sesudah bershalawat): Allâhumma Innî As aluka min Fadhlika.
(Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu limpahan rahmat-Mu).” (HR. Abû Dâud).
Diberitakan oleh Ibn Al-Sunnî, bahwa Rasulullah apabila masuk ke dalam mesiid. maka beliau membaca:
Artinya: “Dengan nama Allah wahai tuhanku, berilah kebesaran kepada Muhammad.”
Dan apabila beliau hendak keluar dari mesiid, maka beliau membaca
Ketiga, sudah membaca tasyahhud di dalam tasyahhud akhir.
Telah ditahqikkan oleh Al-Imâm Ibn
Al-Qayyim dalam Jalâ’u al-Afhâm, bahwa madzhab yang haq dalam soal
bershalawat dalam tasyahhud yang akhir, ialah madzhab Al-Syâfi’i. Yaitu
mewajibkan shalawat kepada Nabi di dalamnya. Al-Imam Ibn Al-Qayyim
berpendapat, bahwa shalawat itu dituntut juga di dalam tasyahhud yang
pertama, walaupun tidak sekeras tuntutan seperti di dalam tasyahhud yang
akhir.
Bersabda Rasulullah Saw.:
Artinya: “Apabila salah seorang kamu
bertasayahhud di dalam sembahyang, maka hendaklah ia mengucapkan:
Allâhumma Shalli ‘alâ Muhammadin wa ‘alâ Âli Muham-madin, Kamâ Shallayta
wa Bârakta wa Tarahamta ‘alâ Ibrâhîm wa Âli Ibrâhîm, Innaka Hamîdun
Majîd.” (HR. Al-Baihaqî ).
Keempat, di dalam sembahyang jenazah.
Berkata Al-Syâfi’i di dalam Al-Musnad:
“Sunnah Nabi Saw. di dalam melaksanakan sembahyang jenazah ialah,
bertakbir pada permulaannya, sesudah itu membaca Al-Fâtihah dengan tidak
mengeraskan suara, kemudian sesudah takbir kedua membaca shalawat,
sesudah bershalawat bertakbir lagi, takbir yang ketiga. Sesudah takbir
yang ketiga ini membaca doa dengan sepenuh keikhlasan untuk jenazah itu.
Dalam sembahyang jenazah tidak dibacakan surah (ayat-ayat Al-Quran).
Sesudah itu bertakbir dan lalu memberi salam dengan suara yang tidak
dikeraskan.”
Kelima, diantara takbir-takbir sembahyang hari-raya.
Berkata para ulama: “Disukai kita membaca di antara takbir-takbir sembahyang hari-raya:
Artinya: “Saya akui kesucian Allah,
segala puji dan sanjung kepunyaan Allah juga. Tak ada Tuhan yang
seebenarnya berhak disembah, melainkan Allah senndiri-Nya dan Allah itu
Maha Besar. Ya Allah, wahai Tuhanku, muliakan oleh-Mu akan Muhammad dan
akan keluarganya, Ya Allah, Wahai Tuhanku, ampuniah akan aku dan beri
rahmatlah kepadaku.”
Keenam, di permulaan doa dan di akhirnya.
Bersabda Rasulullah Saw.:
Artinya:“Bahwasannya doa itu
berhenti antara langit dan bumi, tiada naik, barang sedikit juga
daripadanya sehingga engkau bershalawat kepada Nabi engkau.” (HR. Al-Turmudzî).
Fadlalah Ibn ‘Ubadi berkata: “Bahwasanya
Rasulullah Saw. mendengar seorang laki-laki langsung berdoa dalam
sembahyang (yakni dalam duduk tahiyat sesudah membaca tasyahhud),
sebelum ia bershalawat. Maka Rasulullah berkata kepada orang yang di
sisinya: Orang ini telah bergegas-gegas. Sesudah orang itu selesai
sembahyang, Nabipun memanggil lalu mengatakan kepada-nya: Apabila
bersembahyang seseorang kamu dan hendak berdoa di dalamnya, hendaklah ia
memulai doanya dengan memuji Allah dan membesarkan-Nya. Sesudah itu
bershalawat kepada Nabi Sesudah bershalawat, barulah mendoa memohon
sesuatu yang dihajati.” (HR. Abû Dâud dan Al-Nasâ’i).
Telah mufakat semua ulama, bahwa amat
disukai memulai doa dengan memuji Allah (membaca Alhamdulillah). Di
dalam sembahyang, maka tasyahhud adalah menggantikan kalimah puji
(hamdalah). Sesudah memuji Tuhan bershalawat.
Demikian pula halnya ketika mengakhiri doa. Amat disukai kita mengakhirinya dengan shalawat dan memuji Allah.
Ketujuh, ketika hendak memulai sesuatu urusan penting dan berharga.
Diberitakan oleh Abû Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Tiap-tiap urusan penting
yang berarti dan berharga yang tidak dimulai dengan hamdalah dan
shalawat, maka urusan itu hilang berkatnya.”(HR. Al-Rahawî).
Pengarang Syarah Dalâ’il, –menukil pernyataan yang diberikan oleh Qâdhi ‘Iyâdh di dalam kitabnya Al-Syifâ’–mengatakan
bahwa maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu
adalah untuk bertabaruk (memohon berkah), sesuai dengan sabda Nabi Saw.,
“Setiap perbuatan penting yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah dan bershalawat kepadaku niscaya kurang sempurna.”Juga didasarkan atas firman Allah Swt. di dalam surah Al-Insyirah ayat 4, yang berbunyi:
Artinya: “Kami meninggikan bagimu sebutan (nama)-Mu.” (OS. Al-Insyirah:4).
Tentang maksud ayat ini, sebagian ahli
hadis meriwayatkan sebuah hadis dari salah seorang sahabat, yakni Abû
Sad r.a., bahwa makna ayat tersebut adalah, “Tidaklah Aku (Allah)
disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula hersama-Ku.”
Memenuhi sebagian hak Rasulullah Saw.,
sebab beliau adalah perantara antara Allah Saw. dan hamba-hamba-Nya.
Semua nikmat yang diterima oleh mereka -termasuk nikmat terbesar berupa
hidayah kepada Islam- adalah dengan perantara dan melalui Rasulullah
Saw.
Di dalam salah satu hadis, Rasulullah Saw. Bersabda, “Belumlah bersyukur kepada Allah orang yang tidak ber-terima kasih kepada manusia.”
Memelihara perintah Allah Swt. yang dituangkannya di dalam firman-Nya yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang Beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi, dan ucapkanlah salampenghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzâb: 33).
Kedelapan, di akhir qunut
Diriwayatkan oleh Al-Nasâ’i, bahwa
disukai kita mengakhiri qunut dengan shalawat. Tegasnya, disukai supaya
kita bershalawat di akhir Qunut dengan kalimah:
Artinya: “Dan mudah-mudahan Allah melimpahkan shalawat-Nya atas Muhammad.”
Kesembilan, di malam dan hari Jumat.
Bersabda Rasulullah Saw. :
Artinya: “Banyakkanlah olehmu membaca shalawat di malam hari Jumat dan siangnya karena shalawat itu dtkemukakan kepadaku. “ (HR. Al-Thabrânî).
Dan sabdanya pula;
Artinya: “Banyakkanlah olehmu shalawat kepada-ku, karena shalawaatmu itu akan menjadi cahaya bagimu pada hari qiyamat.” (HR Al-Thrmudzî dan Abû Dâud).
Al-Ustâdz Mahmûd Sâmi dalam karyanya Mukhtashar fi Ma’ânî Asmâ Allah al-Husnâ, bâbu al-Shalâh ‘alâ al-Nabi, menceritakan
‘Umar bin ‘Abdul ‘Azîz r.a. pernah menulis, “sebarkanlah ilmu pada hari
Jumat, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Perbanyaklah pula kalian
membaca shalawat atas Nabi Saw. pada hari jumat.
Sementara Imam Al-Syâfi’i r.a. Berkata, “Aku suka memperbanyak membaca shalawat dalam setiap keadaan. Namun, pada malam dan hari Jumat lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.
Sementara Imam Al-Syâfi’i r.a. Berkata, “Aku suka memperbanyak membaca shalawat dalam setiap keadaan. Namun, pada malam dan hari Jumat lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.
Kesepuluh, di dalam khutbbah.
Menurut madzhab Al-Syâfi’i, para khatib wajib membaca shalawat untuk Nabi Saw. pada permulaan khuthbah, sesudah membaca tahmid.
Ibnu Katsîr herkata: “demikianlah madzhab Al-Syâfi’i dan Ahmad.”
Menurut madzhab Al-Syâfi’i, para khatib wajib membaca shalawat untuk Nabi Saw. pada permulaan khuthbah, sesudah membaca tahmid.
Ibnu Katsîr herkata: “demikianlah madzhab Al-Syâfi’i dan Ahmad.”
Kesebelas, ketika berziarah ke kubur Nabi Saw.
Bersabda Nabi Saw.
Artinya: “Tidak ada seorangpun di
antara kamu yang memberikan salamnya kepadaku yakni di sisi kuburku,
melainkan Allah mengembalikan kepadaku ruhku untuk mniawab salamnya
itu.” (HR. Abû Dâud).
Kedua belas, sesudah bertalbiyah.
Berkata Muhammad Ibn Al-Qasim:
Artinya: “Memang disuruh seseorang membaca shalawat kepada nabi apabila dia telah selesai membaca talbiyahnya dalam segala keadaan.” (HR. Al-Syâfi’i dan Al-Dâruquthnî).
Ketiga belas, ketika telinga mendenging.
Bersabda Rasulullah Saw :
Artinya: “Apabila mendenging telinga salah seorang di antaramu, maka hedaklah la mengingat dan bershalawat kepadaku.” (HR. Ibn Al-Sunî)
Keempat belas, tiap-tiap mengadakan majlis.
Bersabda Ralulullah Saw :
Artinya: “Tidak duduk sesuatu kaum
di dalam sesuatu majlis, sedang mereka tidak menyebut akan Allah dan
tidak betshalawat kepda Nabinya, melainkan menderita kekuranganlah maka
jika Allah mmghendaki niscaya Allah akan mengazab mereka dan jika Allah
menghendaki, niscaya akan mengampuni mereka.” (HR. Al-Thrmudzî Abû Dâud).
Kelima belas, di kala tertimpa kesusahan dan kegundahan.
Diberitakan oleh Ubay Ibn Ka’ab, bahwa
seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. ujarnya: “Ya
Rasulallah, bagaimana pendapat engkau sekiranya saya jadikan shalawat
saya untuk engkau semua?
Rasulullah Saw. menjawab :
“Kalau demikian Allah akan memelihara engkau dari segala yang membimbangkan engkau, baik mengenai dunia, maupun mengenai akhirat engkau. “(HR. Ahmad).
Rasulullah Saw. menjawab :
“Kalau demikian Allah akan memelihara engkau dari segala yang membimbangkan engkau, baik mengenai dunia, maupun mengenai akhirat engkau. “(HR. Ahmad).
Keenam belas, tiap-tiap waktu pagi dan petang.
Bersabda Rasululullah Saw:
Artinya: “Barangsiapa bershalawat
kepadaku waktu pagi sepuluh kali waktu petang sepuluh kali, maka ia akan
mendapat syafa’atku di hari qiamat, ” (HR. Al-Thabarî).
Ketujuh belas, waktu berjumpa dengan para shahabat, handai dan tolan.
Besabda Rasulullah Saw :
Artinya: “Tidak ada dua orang hamba
yang berkasih-kasihan karena Allah, apabila berjumpa salah seorang
dengan yang lainnya lalu berjabatan tangan dan bershalawat kepada Nabi
Saw., melainkan Allah mengampuni dosanya sebelum mereka berpisah, baik
yang telah lalu maupun yang akan datang. “ (HR Ibn Al-Sunnî).
Kedelapan belas. ketika Orang menyebut nama Rasulullah Saw.:
Artinya: “Orang yang kikir ialah: Orang yang tidak mau bershalawat ketika orang menyebut namaku di sisinya.” (HR. Ahmad).
Inilah delapan belas tempat atau waktu yang ditentukan supaya kita
bershalawat kepada Nabi, ketika kita berada pada tempat, waktu atau
keadaan itu. Maka marilah kita wahai para pencinta Rasul, bershalawat
kepadanya pada tempat-tempat, waktu-waktu dan keadaan-keadaan tertentu
dengan sebaik-baiknya.Kemudian kita perhatikan makna hadis yang tersebut di bawah ini. Bersabdalah Rasulullah Saw :
Artinya: “Tidak beriman salah seorang kamu, sehingga la mencintai aku lebih daripada anaknya, ayahnya dan manusia semua.” (HR. Al-Bukhârî, Muslim, dan Ahmad)
Artinya: “Diriwayatkan bahwasanya
‘Umar pernah berkata kepada Rasulullah Saw.: Ya Rasulullah, sesungguhnya
engkau lebih kucintai dari segala sesuatu, kecuali kecintaanku terhadap
diriku. Menjawab Nabi: Ya ‘Umar engkau belum lagi mencintai aku sebelum
engkau melebihkan cintamu itu daripada kepada dirimu sendiri. Mendengar
itu ‘Umarpun berkata: Demi Allah, engkau ya Muhammd, lebih aku cintai
daripada diriku sendiri! Nabi menjawab: barulah sekarang engkau
mencintai aku hai ‘Umar.” (HR. Ahmad, Bukhârî, dan Muslim).
Sebagai tanda mencintai Rasulllah Saw.
itu, ialah: memperbanyak shalawat kepadanya. Dan marilah kita
ber-shalawat kepadanya dengan khusyu’ dan khudlu’, terlepas dari riya.